Perjalanan Penuh Makna – Mencapai Puncak Mahameru : Hari Pertama
Tanggal 24 Mei 2014 pagi-pagi benar eke sudah bangun, jam 4.30 eke sudah
masuk kamar mandi *biar ga keliatan males-males banget, hehe. Sekitar jam 5.00
pagi kakak eke baru sampe di rumah tempat eke menginap. Kondisinya sedikit kacau
karena diputar-putar di kota Malang oleh sopir travel yang mengantar paket. Setelah
mandi, sholat, dan repacking eke
sudah siap berangkat. Si pemilik rumah bilang bahwa guide Wisata Gunung akan datang menjemput ke rumah dengan hardtop sekitar jam 6.00. Namun sampai
jam 6.30 jemputan belum juga datang. Rupanya mereka nyasar masuk ke gerbang
perumahan yang lain. Perkenalkan guide
yang pertama hadir ini sekaligus pemilik Wisata Gunung bernama mas Ase, dan
sopir hardtop-nya bernama Pak Sutikno.
Nah setelah mereka datang, kami dijamu sarapan pagi oleh tuan rumah. Setelah
selesai dan barang-barang sudah dipak di atap hardtop, kami berpamitan dengan orang-orang rumah dan berfoto
sejenak di depan rumah. Sekitar pukul 07.30 kami berangkat, bismillah.
Foto dulu di depan rumah |
Hardtop kami yang mampir sebentar di Tumpang |
Di awal perjalanan,
mas Ase izin mampir ke ATM *maklum di jalur pendakian Semeru belum ada ATM dan
resto padang. Setelah ambil uang sejenak, berangkatlah lagi. Lima menit
perjalanan dari ATM, mas Ase tampak gelisah lantaran hp’nya tidak ada di saku
bajunya. Jelaslah itu hp tertinggal di atas mesin atm. Eke coba telpon itu hp
alhamdulillah masih nyambung, dan setelah disambangi kembali.. alhamdulillah hp
itu masih rejekinya mas Ase. Lanjut perjalanan, kami mampir sebentar di pasar
Tumpang karena mas Ase ada keperluan mengambil logistik di Alfamart. Lanjut
lagi perjalanan yang mulai mendaki dari Tumpang. Mampir sejenak di rumah
penduduk (rasa-rasanya kolega dari pak Sutikno) di Gubuk Klakah, kami
diperkenankan pipis-pipis terlebih dahulu.
Pemilik rumah yang kami tumpangi untuk pipis |
Disitu kami menunggu lumayan lama, menunggu
guide yang kedua: mas Dede. Rupanya
motor mas Dede mogok di suatu tempat. Sekitar pukul 10.00 barulah perjalanan
lanjut kembali. Inilah daftar full team pendakian
ke Semeru 24-27 Mei 2014:
- Bapak Dudung
- Ibu Dudung
- Pak Mary
- Mas Eko
- Eke
Dengan guide:
- Mas Ase
- Mas Dede
Kami diberi kesempatan foto-foto sejenak ketika
sampai di bibir bukit dengan lembah sabana Teletubbies di bawahnya.
Sabana Teletubbies di bawah sana! |
Flor del campo |
Wow,
indahnya. Dulu waktu ke Bromo tahun lalu belum menyempatkan mampir kesitu.
Setelah puas, lanjut perjalanan kembali menuju Ranupani.
Setiba di Ranupani,
barang bawaan segera dibongkar lalu disandang masing-masing peserta menuju
tempat makan sebagai tempat berkumpul, makan siang, dan bongkar barang bawaan
untuk diserahkan ke porter. Jarak parkiran hardtop
menuju tempat makan kira-kira 300 m, tapi sudah cukup membuat nafas
ngos-ngosan. Senangnya ketika tiba di warung tsb, kami langsung duduk dan
mengambil nafas. Tak lupa nunut pipis-pipis dulu. Guides kami lalu mengumpulkan FC KTP+Surat Keterangan Sehat untuk
didaftarkan di pos pendaftaran. O iya, pendakian ke Semeru ini ada maksimum
kuotanya. Pendaftaran kira-kira ditutup jam 10 pagi. Namun karena ikut EO maka
kami ga perlu takut kehabisan kuota. Sembari nunggu guides yang agak lama, kami pun memesan makanan disitu karena perut
sudah kelaparan. Setelah 1 jam berlalu, guides
kembali datang dan kami sudah selesai repacking,
melepaskan beberapa barang untuk dibawa porter. Disinilah salah satu letak
kesalahan eke, tas eke yang masih terlampau berat karena masih mengangkut baju
akhirnya dibawa oleh mas eke. Sedangkan eke membawa tas mas eke yang lebih
ringan. Kasian mas eke. Sebelum keberangkatan, kami semua keluar warung dengan
tas carrier lengkap dengan kostum
mendaki yang dipakai: sepatu treking *sepatu olahraga biasa khusus eke, gaiter, dan tracking pole. Guides menuntun
untuk melakukan pemanasan sejenak barang 10 menit, menjelaskan sedikit teknis
saat pendakian, dan diakhiri dengan doa bersama. Lalu berjalanlah kami menuju
gerbang pendakian Semeru sekitar pukul 13.15.
Ranupani! |
Treking Ranupani – Ranu Kumbolo
Semangat full team! |
Tentu saja sesampainya di gerbang pendakian kami
berfoto-foto dulu, menunjukkan semangat yang masih berkobar. Lanjut perjalanan,
jalur pendakian sedikit menanjak dengan pemandangan ladang penduduk yang indah
di samping kanan. Cukup ngos-ngosan tapi kekuatan masih full. Sesuai info dari papan informasi, treking Ranupani –
Ranukumbolo kurang lebih sejauh 10.5 km.
Rencana perjalanan hari ini. Hosh! Sumber: aufahasby.blogspot.com |
Jalan setapak menuju Pos 1 |
Sesekali kami berhenti untuk berbagi jalan dengan pendaki lain yang datang dari arah berlawanan. Semuanya bertegur sapa dan melempar senyuman satu sama lain. Mulai melanjutkan perjalanan, eke menjaga langkah kaki agar tetap konstan. Eke takut jika terburu-buru maka nafas cepat ngos-ngosan. Di saat itulah eke mulai tertinggal dari rombongan, namun eke ga khawatir karena ada sweeper rombongan: mas Dede. Untuk memecah kesunyian mulailah eke coba mengobrol dengannya *dan eke bukanlah tipe pembuka obrolan yang lihai lagi luwes. Mas Dede tampak memutar deretan tembang-tembang The Beatles yang rata-rata sudah eke hafal di luar kepala. “Bentar lagi Pos 1, mbak” kata Mas Dede memberi harapan. Dengan nafas terengah-engah, sampailah eke di Pos 1. Tampak kawan-kawan setim juga beristirahat disitu. Waktu itu suasana pos 1 cukup ramai oleh pendaki yang beristirahat maupun penduduk yang menjajakan minuman. Setelah istirahat barang 10 menit, kami melanjutkan perjalanan bersama.
Jalur pendakian menuju pos 2 cukup bersahabat,
kadang naik-itupun naik yang tidak terlalu menanjak kadang juga turun. Kadang
kami berhenti sejenak untuk mengatur nafas. Sesampainya di pos 2 yang segera dicari
adalah tempat untuk duduk dan meletakkan tas yang membebani punggung. Fyuhhh,
leganya kalo udah bisa duduk tanpa beban. Seteguk dua teguk air untuk membasahi
kerongkongan yang kering dan sebatang dua batang rokok bagi yang hobi merokok.
Setelah lelah terobati saatnya lanjut perjalanan kembali. Perjalanan
berlangsung menyenangkan, obrolan dan pemandangan di sekeliling mampu melepas
penat. Nah, disini eke mulai lupa..setelah pos 2 itu: jembatan jomblo – Watu Rejeng
– pos 3 atau Watu Rejeng – jembatan jomblo – pos 3 atau semua opsi urutannya
salah? Hehe. Maklum pelupa. Selama perjalanan ini eke ga pernah bertemu satwa di
sekitar jalur pendakian, mungkin juga karena pendakian saat itu sedang ramai
jadi satwa-satwa tsb memilih jauh-jauh dari manusia. Ok, eke ceritakan dengan
alur mencapai jembatan jomblo terlebih dahulu. Entah jembatan bercat kuning itu
aslinya bernama apa, tapi mas Dede menyebutnya jembatan jomblo. Jembatan
tersebut menghubungkan jalan setapak yang terpisahkan cekungan aliran air yang cukup dalam. Lanjut
perjalanan mencapai Watu Rejeng. Kami istirahat barang sejenak, disaat itulah
pipis pertama eke di alam liar. Bersembunyi di semak-semak berujung menyempit.
Bu Dudung juga menyempatkan untuk pipis disitu. Hah, lega. Eh jangan buang
sampah sembarangan ya, sebaiknya tisu-tisu bekas dikumpulkan dalam tas kresek. Kami
menikmati pemandangan di sekeliling sejenak. Tampak tebing batu tegak lurus
yang kokoh tak tertandingi di balik rimbunnya pepohonan, itulah Watu Rejeng
yang indah. Ok, lanjut perjalanan!
Watu Rejeng |
Menuju pos 3 kami masih riang gembira, meskipun
eke yakin dalam hati masing-masing mengucapkan: sampai kapan jalan ke Ranu
Kumbolo??? Yah begitulah, bagi orang-orang yang belum pernah treking pasti
perjalanan terasa lama. Ok, sampailah kita di pos 3. Hosh-hosh...segera cari
tempat duduk dan menyandarkan beban. Kami berisitirahat cukup lama disitu
sembari melepas lelah dan meluruskan kaki. Eh tak terasa udah pukul 15.30 aja
dan kami belum solat sedari dzuhur. Maka, mas Ase menggelar backdrop Wisata Gunung untuk dijadikan
alas solat. Kami solat berjamaah jamak qashar. Selesai solat kami bersiap
treking lagi. Bertolak dari pos 3 memang ada semacam jalan bercabang 2 di
depannya, yang kiri datar dan yang kanan sangat nanjak. Meskipun ada papan
penunjuk jalur Semeru menunjuk ke cabang yang kanan. Eke n mas eke tetap
berjalan ke cabang kiri. Sesampainya disitu ternyata hanya tanah datar dan
buntu, alias tak ada jalan lagi. Mbak-mbak yang istirahat disitu bilang “Jalannya
yang samping kanan, Mas. Itu kan ada tulisannya.” Haha, bukan bermaksud bodoh
tidak menghiraukan petunjuk tapi kami berdua sebenernya oportunis kali-kali ada
jalan tembus menuju jalur pendakian tanpa bersusah payah. Ya, kami harus
mengambil jalur yang menanjak lagi cukup licin itu. Eke melangkah pelan-pelan
dan hati-hati, takut terpeleset ke bawah. Cukup lama akhirnya eke bisa
melaluinya dan istirahat sejenak di atas, hosh...hosh. Satu tanjakan yang menguras
tenaga. Akan kuingat selalu.
Setelah semua tim melalui tanjakan dengan selamat.
Lanjutlah kami berjalan lagi. Treking menuju pos 4 ini cenderung menurun,
dengan jalan setapak yang di kiri dan kanannya rapat dengan semak-semak. Tanah
pijakan berupa tanah lembut sedikit berpasir. Tak ayal kadang debu-debu
berterbangan karena pijakan kaki pendaki. Hati-hati melangkah karena terkadang
di kiri atau kanan jalan setapak adalah tanah yang mudah longsor menuruni
lereng bukit. Hari semakin gelap dan tentu saja semakin dingin. Tim masih tetap
bersama, kali ini perjalanan dilengkapi dengan senter di kepala masing-masing. Eke mengambil barisan terdepan agar tidak terlalu ketinggalan. Tak lupa
setiap ada rintangan selalu eke informasikan untuk tim di belakang. “Awas
turunan! Awas kayu! Awas kiri longsor!” dsb. Dari tempat kami berjalan mulailah
tampak cekungan berkilauan memantulkan cahaya lampu-lampu tenda di
sekelilingnya. Itu Ranu Kumbolo di bawah sana! Dan jaraknya masih jauh dari tempat
kami berjalan. Tibalah kami di pos 4 sekitar pukul 18.00. Mengatur nafas
sejenak karena ritme perjalanan terakhir cukup cepat, sambil minum-minum
membasahi kerongkongan. Hawa semakin dingin menembus kulit. Tapi eke masih belum
memakai jaket. Setelah puas istirahat, kami lanjut perjalanan kembali.
Ranu Kumbolo masih jauh. Kami harus tetap
berjalan, berjalan...jalan terus! Menyusuri jalan setapak di perbukitan
meskipun lelah mendera. Kilauan airnya lah yang membuat kami tetap bersemangat
untuk menujunya. Masih jalan terus, kali ini jalur sedikit menanjak. Tawa riang
pendaki yang nge-camp di Ranu Kumbolo
semakin terdengar jelas. Kami jadi semakin ingin segera mencapainya. Dan...
inilah Ranu Kumbolo! Kami tiba disana kira-kira pukul 19.00. Guides memandu kami untuk berjalan ke
shelter. Istirahat disitu sejenak sembari menikmati teh hangat yang sudah
disiapkan porter. Alhamdulillah...akhirnya. Guides
lalu memandu kami menuju tenda yang sudah berdiri. Alhamdulillah, tidak
perlu lelah-lelah mendirikan tenda yang entah caranya bagaimana eke belum
berpengalaman. Eke dan mas eke kebagian tenda bernuansa abu-abu kuning bermerk
Consina. Setelah menaruh barang di dalam tenda, guides mengajak untuk makan malam di shelter. Tepat sekali, eke
memang kelaparan. Kami makan dengan lahap menu yang telah disiapkan porter.
Menu makanannya pun normal, bahkan ada ayam gorengnya. Alhamdulillah, perut
sudah kenyang.
Matras dan sleeping
bag yang sudah dibagikan mulai eke susun di dalam tenda. Eke dan mas eke
bersih-bersih badan dulu di dalam tenda. Tak lupa eke berganti baju bersih. Di
luar tenda terdengar pak Mary memanggil kami untuk solat. Maka, solatlah kami
berjamaah jamak qashar maghrib dan isya dengan bersuci cara tayamum karena ga
kebayang dinginnya air Ranu Kumbolo saat itu. Entah kami solat menghadap
kemana, karena kompas mas eke jadi soak saat dibutuhkan, ya sudah lillahi ta’ala.
Setelah semua tim sudah berada di area tenda dengan manis, mas Ase mulai memimpin meeting kecil untuk membahas rencana
perjalanan esok hari sekaligus kritik dan saran perjalanan hari ini. Maksimal
perjalanan besok dimulai pukul 9 pagi. Setelah kami mengerti poin-poin yang
disampaikan, kembalilah kami ke tenda masing-masing. Apa yang eke takutkan
terjadi, menjelang tidur eke masih tetap pengen pipis meskipun tadi sebelum
makan dan setelah solat udah pipis. Membangunkan mas eke yang sudah terlelap pun
eke ga tega. Maka eke keluar menuju tenda guides,
berharap mereka belum tidur. Sambil mengetuk-ngetuk pintu tenda *eh emang bisa
diketuk?* dan memanggil-manggil siapa pun salah satu dari mereka “Permisi..mas..”
maka keluar lah mas Dede dengan headset terpasang di kupingnya, rambutnya yang
berombak tampak seperti bangun dari tiduran, dan kedua kakinya terbungkus
plastik. “Iya mbak?” "Eh, udah tidur ya?" "Belom ko, lagi dengerin musik." “Boleh minta tolong anterin pipis? Hehe.” Diantarlah eke
menuju semak-semak di belakang shelter *btw pas nulis ini jadi pengen pipis
deh, hehe*. Setelah selesai pipis, kembali lah eke ke dalam tenda.
Mencoba tidur. Masya Allah orang-orang diluar itu berisik sekali, tak henti-hentinya mereka bicara, tertawa, atau bahkan ada yang sudah ngorok. Badan ini lelah sekali, mengantuk, pengen tidur tapi ga bisa. Eke merasa iri dengan orang di ujung sana yang udah ngorok dengan suara stereo. Eke dan mas eke sama-sama terjaga, tidur-tiduran ayam. Entah berapa kali kami mencoba tidur dan masih melek dalam diam. Kadang mas eke mengomel dalam lirih karena merasa terganggu. Entah berapa lama eke melek dan mungkin sempat tertidur dan akhirnya bangun lagi karena gelisah menahan dingin yang menusuk kulit. Tubuh mulai menggigil, meskipun sudah meringkuk di dalam sleeping bag dan berkostum lengkap: kaos kaki, sarung tangan, jaket. Eke mencoba mengabaikan. Tetap gelisah. Lalu entah tiba-tiba eke tertidur...dan ya Allah, terbangun lagi gara-gara ada orang yang sedang asyik mendiskusikan teknik fotografi di luar tenda kami. “Bapak moto apa pak?” “Itu moto milky way.” “Wah, boleh lihat hasilnya?” “Ini pak.” “Wah, bagus ya...ini gimana caranya?” Diam-diam eke jadi ikut larut dalam pembicaraan mereka. “Ini pakai ISO 3200, speed 30 detik saja...bla...bla...” Tampak kilatan lampu senter yang tertangkap di layar tenda. “Woi, itu lampunya tolong dimatikan mas!” teriak bapak fotografer itu. Huh, sungguh tidur yang tak nyenyak. Tanpa sadar, eke pun terlelap.
Artikel berkesinambungan:
Mencoba tidur. Masya Allah orang-orang diluar itu berisik sekali, tak henti-hentinya mereka bicara, tertawa, atau bahkan ada yang sudah ngorok. Badan ini lelah sekali, mengantuk, pengen tidur tapi ga bisa. Eke merasa iri dengan orang di ujung sana yang udah ngorok dengan suara stereo. Eke dan mas eke sama-sama terjaga, tidur-tiduran ayam. Entah berapa kali kami mencoba tidur dan masih melek dalam diam. Kadang mas eke mengomel dalam lirih karena merasa terganggu. Entah berapa lama eke melek dan mungkin sempat tertidur dan akhirnya bangun lagi karena gelisah menahan dingin yang menusuk kulit. Tubuh mulai menggigil, meskipun sudah meringkuk di dalam sleeping bag dan berkostum lengkap: kaos kaki, sarung tangan, jaket. Eke mencoba mengabaikan. Tetap gelisah. Lalu entah tiba-tiba eke tertidur...dan ya Allah, terbangun lagi gara-gara ada orang yang sedang asyik mendiskusikan teknik fotografi di luar tenda kami. “Bapak moto apa pak?” “Itu moto milky way.” “Wah, boleh lihat hasilnya?” “Ini pak.” “Wah, bagus ya...ini gimana caranya?” Diam-diam eke jadi ikut larut dalam pembicaraan mereka. “Ini pakai ISO 3200, speed 30 detik saja...bla...bla...” Tampak kilatan lampu senter yang tertangkap di layar tenda. “Woi, itu lampunya tolong dimatikan mas!” teriak bapak fotografer itu. Huh, sungguh tidur yang tak nyenyak. Tanpa sadar, eke pun terlelap.
Artikel berkesinambungan:
Comments
Post a Comment