Ayo Keliling Tuban, Kawan!


Hampir tiga tahun hidup di Tuban eke belum sempat mengelilingi pelosoknya. Meskipun pernah ada ajakan dari kawan, tapi dulu rasanya malas mau ikut keliling-keliling. Entah memang malas atau momennya yang tak tepat. Hingga di awal September kemarin Koh Hendra (kawan kantor seruangan) mengajak touring kawan-kawan PEO (engineer) keliling Tuban. Ajakannya yang via email itu terasa kurang mendapat sambutan. Tapi rupanya touring tsb keturutan juga meskipun hanya beberapa saja yang ikut, dan tentu saja eke jadi satu-satunya peserta perempuan yang ikut. Yah, nasib bekerja di dunia laki-laki. Peserta fix-nya jadi: eke, mang Inul, sam Herman, Koh Hendra, Alfin, dan mas Dani (kawannya Alfin).

Pemandian Air Panas Perataan 13 September 2014
Pemandangan khas Tuban: pohon jati meranggas di musim kemarau
                Pagi-pagi sekitar jam 7 Koh Hendra sudah menghampiri eke di mess dengan mengendarai motor matic-nya. Berangkatlah kami menuju titik pertemuan dengan kawan-kawan yang lain di Masjid Khusnul Khotimah, Merak Urak. Mang Inul yang sedari tadi menunggu tampak tak sabar untuk segera berangkat. Namun tak langsung berangkat ke TKP, kami mampir ke warung pecel Mbak Rum di Merak Urak dulu karena Alfin dan mas Dani kelaparan (termasuk eke sebetulnya, meskipun sudah sarapan beberapa potong melon). Nah, setelah semuanya siap mulailah kami berangkat touring bersama mengendarai motor! Yuhuy!!!

Kawan-kawan seperjalanan
                Terbayang akan hamparan lahan jati saat menjelajahi Tuban, dan memang bayangan tsb menjadi kenyataan saat melintasi jalan di Merak Urak. Terhampar di depan mata lahan jati yang mahaluas, seluas mata memandang. Wilayah Tuban yang diberkahi dengan tanah berkapur sangat cocok untuk budidaya jati. Ya, ketika kita mencoba mencangkul permukaan tanah di Tuban maka yang tercangkul adalah tanah berkapur. Bahkan tanah gersang berkapur seperti itu merupakan anugerah tersendiri bagi kota ini, masya Allah. Kami berkendara dari Merak Urak – melewati kecamatan Montong – belok kiri masuk ke kecamatan Parengan – dan akhirnya sampai lah kami di Pemandian Air Panas Perataan. Perjalanan yang ditempuh cukup jauh, kira-kira 40 km sejak dari Merak Urak. Meskipun jauh dan panas (o iya, kota Tuban iklimnya panas) namun pemandangan hutan jati yang meranggas di sepanjang jalan memberikan panorama eksotis yang cukup menghibur.
Pose sebelum berendam

Bersantai di warung

                Sesampainya di pemandian, kami bersantai dulu di warung sekitar situ untuk mendinginkan badan. Barang bersantai 30 menit, satu per satu dari kami mulai masuk ke bilik pemandian dengan membayar tiket terlebih dahulu. Tiketnya seharga IDR 5,000, setelah membayar kita akan mendapatkan kunci untuk memasuki bilik pemandian. Sesuai peraturan, satu bilik untuk satu orang dan tidak boleh digunakan oleh laki-laki dan perempuan secara bersamaan. Pemandian ini dikelola oleh Perhutani setempat. Menurut eke pemandian air panas Perataan ini merupakan salah satu kejutan tersendiri bagi eke. Bayangkan ada sumber air panas berbelerang di tengah-tengah hutan jati! Entah sumbernya darimana, rasa-rasanya tidak ada aktifitas vulkanologis di Tuban (atau eke-nya saja yang belum tahu).
Bilik-bilik pemandiannya

                Di pemandian ini eke hanya ingin mencoba sensasi air panasnya saja dan tidak ada niatan untuk mencelupkan seluruh tubuh di dalam bak mandinya. Bilik mandinya bersih (alhamdulillah), ada bak yang condong ke bawah yang cukup digunakan untuk berendam seseorang, ada gayung, ada dua kran diujungnya: satu kran air panas dan satunya lagi kran air dingin. Jadi, kita bisa mengatur tingkat kepanasan air yang ditampung di bak. Air panas yang mengalir memang benar-benar panas, saudara-saudara! Baunya pun khas belerang. Nah, jangan terlalu lama berendam di sini ya... apabila sudah terasa pening di kepala, lekas-lekaslah keluar dari bilik pemandian dengan berpakaian lengkap.
Penampakan baknya

Mengisi air rendah saja, hanya berniat merendam kaki

Komposisinya seperti Drupadi dan Pandawa :S
                Eke hanya sebentar di dalam bilik, merendam kaki sesaat, lalu keluar. Rasa-rasanya pemandian air panas ini cocok bagi yang memiliki masalah pada kesehatan kulitnya atau sekedar relaksasi saja. Setelah kawan-kawan semuanya selesai berendam, kami memutuskan untuk kembali pulang karena ada salah satu kawan yang ada keperluan selanjutnya. Sebelum sampai ke rumah masing-masing, kami makan siang dulu di warung Cak Wi, Merak Urak. Warung yang menjual menu khas Tuban seperti: becek menthok (entok dimasak semacam kari pedas), garang asem kuthuk (sejenis ikan yang dimasak garang asem), serta aneka olahan belut dan wader (ikan kecil yang hidup di sungai). Eke sendiri memesan pepes wader, nasi, dan es jeruk totalnya seharga IDR 17,000. Nah, touring hari itu diakhiri dengan perpisahan kami setelah kenyang makan siang di warung tsb. Sampai jumpa lagi di kantor, kawan!

Menu makanan kami

Menu pesanan eke: pepes wader

Selamat makan siang :)

Bendungan Nglirip – Gua Putri Asih – Mangrove Centre 20 September 2014
                Pagi-pagi eke dapat wasap dari Eri yang mengajak untuk touring Tuban (lagi, setelah seminggu sebelumnya sudah eke lakukan bersama rombongan lain). Saat itu eke masih bermalas-malasan di kasur dengan kondisi perut yang agak tak nyaman, maka langsung eke balas: mohon maaf, ga ikut. Lama setelah itu terdengar suara gemuruh motor di depan kamar, rupanya Eri dan kawan-kawan berkumpul di kamar mbak Ymu yang kamarnya berada di depan kamarku. Beberapa saat kemudian ada seseorang yang mengetuk kamarku, ternyata mbak Ymu yang ingin meminjam kameraku. Kami mengobrol sejenak di beranda, mbak Ymu agak membujukku agar ikut. “Tapi aku belum mandi mbak...” (sudah siang tapi belum mandi x_x) “Gapapa Mi, ditunggu... ini juga masih nunggu Yafar yang masih nambal bannya kok.” Terbayang masih ada waktu sebelum keberangkatan, akhirnya eke memutuskan untuk ikut (mudah terhasut). Setelah menunggu eke selesai mandi, kami semua berangkat dengan peserta: eke, mbak Ymu, sam Kis, sam Herman, Eri, Sandy (kawan Eri), Yafar, dan pak Bembeng.
Semacam Telaga Warna ala Tuban :D
                Rute perjalanan sama seperti ke pemandian air panas Perataan, namun saat sampai di Montong tidak belok kiri tapi ambil yang lurus hingga kec. Singgahan. Mendekati bendungan Nglirip suasana hutan di kiri kanan jalan mulai merimbun, rupanya kawasan di sekitar Nglirip merupakan daerah konservasi air. Bendungan Nglirip membendung sungai lengkap dengan sistem pintu airnya, bendungannya terletak di elevasi yang tinggi dengan sungai berbatu di bawahnya. Sayang saat kami kesana sedang musim kemarau, jadi dari bendungan yang harusnya ada air terjunnya saat itu tidak ada air yang mengalir. Namun airnya yang berwarna kehijauan dengan sungainya yang berbatu masih tetap tampak indah untuk dipandang.


Model majalah sobhek-sobhek :p

Kalian semua dapat salam dari Nglirip!
                Di bendungan Nglirip ini hanya ditarik biaya parkir sebesar IDR 2,000. Untuk sampai di dasar sungainya yang berbatu, kami harus menuruni jalan setapak yang cukup curam di salah satu sisinya. Maka hari itu adalah salah satu kesalahan eke karena memakai sandal wanita tipe wedges. Tapi alhamdulillah tidak ada kendala yang berarti dan perjalanan tetap aman. Sesampainya di dasar, kami beristirahat, ngobrol, ngemil, dan jelas... berfoto-foto. Sembari berteduh di bebatuan, rombongan kami disusul oleh mas Adip dan kawannya. Setelah puas berfoto, kami kembali ke parkiran, berdiskusi sejenak untuk menentukan perjalanan selanjutnya. Tujuan selanjutnya adalah Gua Putri, namun sebelum kesana kami solat dzuhur terlebih dahulu, lalu cari makan siang – terutama eke dan mbak Ymu yang cukup tersiksa karena belum makan sejak pagi.             
Jalan yang membelah Bukit Pegat

                Kami semua sepakat mencari makan siang saat menuju Gua Putri. Kenyataannya lumayan sulit juga mencari warung makan di jalan-jalan yang sepi menuju gua tsb. Setelah bertanya kesana kemari dengan penduduk sekitar, akhirnya kami menemukan sebuah warung di pinggir jalan yang menjajakan makanan. Menunya sederhana: nasi kari ayam, lontong tahu, dan mie instan. Eke pesan nasi kari ayam (memilih makanan dengan kalori paling tinggi). Ibu penjualnya yang hanya sendirian pun kewalahan melayani pesanan kami yang datang gerudukan sampai-sampai kami membantunya membuat minuman sendiri. Nasi kari ayam dan teh botol kira-kira seharga IDR 8,000. Wajah kembali berseri-seri setelah kenyang menyantap makan siang, lanjut perjalanan menuju Gua Putri!
Membuat minum sendiri

Meranggas - Parkiran di sekitar Gua Putri
                Gua Putri terletak di Desa Nguluhan, Kecamatan Montong. Sebelum menuju Gua Putri eke sempat melihat jajaran tebing kapur yang membingkai indah desa di depannya (sayang tidak terpotret). Masuk ke kawasan Gua Putri berarti kembali memasuki area hutan jati yang jauh dari perkampungan setempat. Sesampainya di Gua Putri, kami memarkir motor di halaman yang berplester. Mulut Gua Putri tampak dikelilingi pondasi semen yang membentuk tangga menuju ke bawah. Sepertinya Gua Putri sudah lama tak terurus, saat itu sama sekali tidak ada orang lain selain kami, tidak ada penjagaan – alias gratis. Lengang. Jika mengunjungi Gua Putri hanya berdua dengan seorang kawan, bisa dipastikan yang ketiga adalah setan. Oleh karena itu saat akan memasuki Gua Putri, eke membaca ta’awudz.
Sandal yang kini sudah tiada, rusak setelah dipakai dari Mangrove Center

Di depan mulut Gua Putri

Memasuki mulut Gua Putri

Ornamen cantik di dinding gua
                Jalur dari mulut gua hingga beberapa meter selanjutnya cukup sempit dan gelap, sangat disarankan membawa senter. Hati-hati saat melewatinya, karena ada stalaktit dan stalakmit yang mungkin bisa mengganggu langkah. Sam Herman sempat mengetuk salah satu stalaktit yang menggantung di atasnya dan ternyata mengeluarkan bunyi layaknya gong dung...dung... Siap-siap berdecak kagum karena setelah melewati selasar sempit itu kita akan sampai di ruangan gua yang luas dengan ornamen-ornamen alami yang indah di seluruh permukaan dindingnya. Beruntung di ruangan tsb terdapat celah di atapnya sehingga cahaya dari luar bisa menerangi ruangan tsb. Subhanallah wal hamdulillah, gua Putri ini mampu membuat eke terkagum-kagum. Salah satu keindahan yang jarang tersentuh manusia. Tak lupa kami menjelajah ruangan lainnya yang lebih gelap meskipun terdapat celah cahaya di atapnya. Mestinya masih banyak ruangan-ruangan yang lainnya di ujung sana, namun kegelapannya membuat kami enggan menghampirinya. Setelah puas berfoto dan hari juga semakin sore lalu kami beranjak dari gua Putri.

Mungkin fosil tumbuhan yang mengkristal?
Subhanallah wal hamdulillah :)

Smile :D

Ya Allah, naikkanlah gaji kami...

                Tujuan selanjutnya adalah Mangrove Centre. Namun sebelum menuju kesana, kami mampir ke Masjid Khusnul Khotimah untuk solat ashar terlebih dahulu. Di sini mas Adip dan kawannya berpisah dari kami dan tak ikut ke Mangrove Center. Suasana di Mangrove Centre cukup ramai kala itu. Jadi Mangrove Centre ini lokasinya persis di pinggir pantai, tempat untuk konservasi bakau (meskipun kawasan bakaunya banyak sampahnya) serta penangkaran tanaman penghijauan. Areanya cukup sejuk karena ditumbuhi cemara laut dan dihembusi angin laut terus menerus, terdapat balai-balai untuk tempat duduk-duduk. Rasanya Mangrove Centre ini juga dimanfaatkan untuk kegiatan edukasi, terbukti saat itu banyak adik-adik Pramuka yang melakukan kegiatan di situ.
Jalan-jalan di area penangkaran bibit tanaman
Ada yang lagi senam dengan gerakan ga jelas
Taati peraturan :D
                Kami berjalan-jalan menyusuri deretan cemara laut, melewati penangkaran bibit tanaman, lalu menuju ke bibir pantainya yang tak terlalu bersih. Yang menarik perhatian di situ adalah banyaknya spanduk yang menganjurkan: muda-mudi yang bukan muhrim agar tidak beraktifitas di situ (padahal kami bukan muhrim semua x_x). Begitulah kami melewati sore yang tenang di Tuban setelah menjelajahi perbukitan kapurnya. Saat itu ada kapal tongkang pengangkut batu bara yang sedang terbakar muatannya, tampak kapal-kapal kecil (tug boat) mengelilinginya sambil menyemburkan air untuk memadamkan apinya. Kami menikmati semilir angin sore itu, berfoto dengan wajah ceria, lalu berpisah untuk kembali ke rumah masing-masing.
Alhamdulillah. Tabik!
The artist

Sahabat ceria  :)
The girls (berlatar kapal tongkang yang sedang terbakar)

Tips mengunjungi tempat wisata yang eke sebutkan di atas:

  1. Pastikan kendaraan yang ditumpangi dalam kondisi prima. Lokasi yang didatangi jauh dari perkotaan atau dari perkampungan setempat. Akan menyulitkan jika harus meminta bantuan karena kendaraan yang bermasalah dan bisa jadi tidak ada sinyal HP karena lokasi yang cukup terpelosok.
  2. Bawalah air minum, iklim Tuban yang panas memacu pengeluaran cairan tubuh.
  3. Bawalah senter saat mengunjungi gua.  

Comments

  1. Hiks... :'(
    Jadi bikin kangen sama Tuban aja mbak...
    Bagus artikelnya.. (y)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts